Wednesday 31 August 2016

Tata Cara Mandi Wajib Junub dan Niatnya

Niat Mandi Wajib Dan Tata Caranya


Niat mandi besar atau mandi jinabat itu seperti niat niat dalam ibadah yang lain, yaitu di dalam hati, adapun kalimat dan arti Doa Niat Mandi Wajib niatnya adalah sebagai berikut yang di kelompkan dalam tiga bahagian AN :


1. Jika mandi besar disebabkan junub Mimpi basah, keluar mani, senggama maka niat mandi besarnya adalah

    BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITUL GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAL JANABATI FARDLON LILLAHI TA’ALA

Artiya: Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari jinabah, fardlu karena Allah Ta’ala

2. Jika mandi besarnya disebabkan karena haid maka niat mandi besarnya adalah

    BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITUL GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAL HAIDI FARDLON LILLAHI TA’ALA

Artinya Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari haidl, fardlu karena Allah Ta’ala

3. Jika mandi besarnya disebabab karena nifas, maka niyat mandi besarnya adalah

    BISMILLAHI RAHMANI RAHIM NAWAITU GHUSLA LIRAF’IL HADATSIL AKBAR MINAN NIFASI FARDLON LILLAHI TA’ALA

Artinya Dengan menyebut nama Allah Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari nifas, fardlu karena Allah Ta’ala


Adapun Tata Cara Mandi Wajib Mandi Junub sebagai berikut:
Dan untuk urutan tata cara mandi wajib yang benar menurut Islam adalah sebagai berikut:

1.  Dimulai dengan niat untuk menghilangkan hadas besar. Mulailah segala sesuatu hal dengan niat. Bisa bahasa Arab atau bahasa Indonesia saja.

2.  Membersihkan telapak tangan sebanyak 3x lalu bercebok  Membersihkan      kemaluan serta kotoran yang ada disekitarnya hingga bersih dengan tangan kiri.

3.  Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan menggosokkan tangan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.

4.    Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak shalat

5.    Mengguyur air pada kepala sebanyak 3 kali hingga sampai ke pangkal rambut

6.    Mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian kiri

7.    Menyela-nyela (menyilang-nyilang) rambut dengan jari

8.    Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan, lalu kiri.

Disunnahkan untuk melaksanakan mandi besar junub jinabat itu dengan tertib seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa aalihi wasallam.

Tambahan:

Oleh Sheikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairiy

    Mandi wajib dimulai dengan mengucapkan bismillah, dan berniat untuk menghilangkan hadast besar,
    Membersihkan kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian bercebok.
    Membersihkan kemaluannya, dan kotoran yang ada di sekitarnya.
    Berwudhu seperti halnya orang yang berwudhu hendak shalat, kecuali kedua kakinya. Namun boleh membersikan kedua kakinya ketika berwudhu atau mengakhirkannya sampa selesai mandi.
    Mencelupkan kedua telapak tangannya ke dalam air, lalu menyela-nyela pangkal rambut kepalanya dengan kedua telapak tangannya itu kemudian membersihkan kepalanya dan kedua telinganya tiga kali dengan tiga cidukan.

HR At-TIrmidzi Menyela pangkal rambut hanya khusus bagi laki-laki. Bagi perempuan, cukup dengan mengguyurkan pada kepalanya tiga kali guyuran, dan menggosoknya, tapi jangan mengurai membuka rambutnya yang dikepang, karena ada hadist yand diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Ummu Salamah yang bertanya kepada Rasulullah, Aku bertanya, wahai Rasulullah! Sesungguhnya aku ini perempuan yang sangat kuat jalinan rambut kepalanya, apakah aku boleh mengurainya ketika mandi junub (mandi besar)? Maka Rasulullah menjawab, Jangan, sebetulnya cukup bagimu mengguyurkan air pada kepalamu tiga kali guyuran.

Mengguyur tubuhnya yang sebelah kanan dengan air, membersihkannya dari atas sampai ke bawah, kemudian bagian yang kiri seperti itu juga berturut-turut sambil membersihkan bagian-bagian yang tersembunyi pusar, bawah ketiak, lutut, dan lainnya, dan diriwatkan Dari Ali bin Abi Thalib, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa aalihi wasallam telah bersabda:

Barangsiapa yang meningggalkan bagian tubuh yang harus dialiri air dalam mandi janabat walaupun satu rambut untuk tidak dibasuh dengan air mandi itu, maka akan diperlakukan kepadanya demikian dan demikian dari api neraka “. HR. Abu Dawud

Seorang Wanita Tidak Harus Melepas Jalinan atau Kepangan Rambutnya
cara mandi wajib“Ya Rasulullah, aku adalah wanita yang SANGAT KUAT kepangan/jalinan rambutku, apakah aku harus melepaskannya saat mandi janabah?” Beliau menjawab: “Tidak perlu, namun cukup bagimu untuk menuangkan air tiga tuangan ke atas kepalamu, kemudian engkau curahkan air ke tubuhmu, maka engkau suci.”  HR. Muslim no. 330

Boleh Mandi Hanya Sekali Setelah Men-jima’i Beberapa Istri
Anas bin Malik radiyallahu anhu berkata: “Adalah Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam mengelilingi istri-istrinya (menjima’i mereka secara bergantian -pent.) dengan satu kali mandi.”  HR. Muslim no. 706 dan mandinya disini dilakukan ketika selesai jima yang akhir.


Demikianlah Ulsan Hasbi Htc Mengenai Mandi Wajib, semoga artikel tata cara mandi wajib yang benar cara Mandi bersih diatas adalah cara mandi wajib menurut islam, bisa bermanfaat bagi wanita dan pria yang Ingin lebih tahu mengenai Mandi wajib. Wassalam 

Arti Doa Qunut

Bacaan Doa Qunut dalam Bahasa Arab 
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ 
وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ 
وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ 
وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ 
وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ،
فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ 
وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ 
وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ 
تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ 
فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ 
وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ 
وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ

Bacaan Doa Qunut (Latin)
Allah hummah dinii fiiman hadait.
Wa'aa finii fiiman 'aafait.
Watawallanii fiiman tawal-laiit.
Wabaariklii fiimaa a'thait.
Waqinii syarramaa qadhait.
Fainnaka taqdhii walaa yuqdha 'alaik.
Wainnahu laayadzilu man walait.
Walaa ya'izzu man 'aadait.
Tabaa rakta rabbanaa wata'aalait.
Falakalhamdu 'alaa maaqadhait.
Astaghfiruka wa'atuubu ilaik.
Wasallallahu 'ala Sayyidina Muhammadin nabiyyil ummiyyi. Wa'alaa aalihi washahbihi Wasallam.

 Artinya :
Ya Allah tunjukkanlah akan daku sebagaiman mereka yang telah Engkau tunjukkan
Dan berilah kesihatan kepadaku sebagaimana mereka yang Engkau telah berikan kesihatan
Dan peliharalah daku sebagaimana orang yang telah Engkau peliharakan
Dan berilah keberkatan bagiku pada apa-apa yang telah Engkau kurniakan
Dan selamatkan aku dari bahaya kejahatan yang Engkau telah tentukan
Maka sesungguhnya Engkaulah yang menghukum dan bukan kena hukum
Maka sesungguhnya tidak hina orang yang Engkau pimpin
Dan tidak mulia orang yang Engkau memusuhinya
Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha tinggi Engkau
Maha bagi Engkau segala pujian di atas yang Engkau hukumkan
Ku memohon ampun dari Engkau dan aku bertaubat kepada Engkau
(Dan semoga Allah) mencurahkan rahmat dan sejahtera ke atas junjungan kami Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Penjelasan Doa Kunut

[اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ]
Ya Allah berilah aku petunjuk sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk.
Di awal doa kunut kita memohon kepada Allah petunjuk. Petunjuk berupa ilmu yang manfaat dan amal shaleh. Ilmu yang bisa membimbing kita untuk memahami benar dan salah, bisa membedakan antara jalan lurus dan kesesatan, berikut semangat untuk mengamalkan mengikuti kebenaran.
“sebagaimana orang yang telah Engkau beri petunjuk”
Kalimat ini sejatinya adalah kalimat tawasul. Kita menyebutkan kenikmatan hidayah yang telah Allah berikan kepada orang lain. Kita memohon hidayah kepada Allah, sebagaimana Allah telah memberikan hidayah kepada hamba-Nya yang lain.
Semacam ini yang sering diistilahkan dengan tawassul bi fi’lillah, tawasul dengan perbuatan Allah, yaitu memberi petunjuk kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Tawasul semacam ini juga kita lakukan ketika kita membaca shalawat saat tasyahud,
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد، كما صليت على إبراهيم
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim…”
[وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ]
“berilah aku keselamatan, sebagaimana orang yang telah Engkau beri keselamatan”
Selanjutnya kita memohon keselamatan dari semua penyakit, penyakit badan maupun penyakit hati. Penyakit hati ada 2:
a. Syahwat: semua keinginan untuk menyimpang dari kebenaran karena dorongan hawa nafsu. Baik karena motivasi harta, tahta, maupun wanita. Dan bukan termasuk penyakit syahwat ketika ada orang yang menyalurkan hasrat biologisnya pada jalur yang halal.
b. Syubhat: semua pemikiran sesat yang masih bercokol di benak seseorang, sehingga menghalangi dirinya untuk memilih jalan kebenaran.
[وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ]
Jadilah wali bagiku, sebagaimana Engkau telah menjadi wali bagi hamba-Mu yang Engkau kehendaki.
Wali adalah kekasih yang akan menjadi pelindung, penolong, memperhatikan keadaan orang yang Dia kasihi. Ketika Allah menjadi wali yang istimewa bagi seorang hamba, maka Allah akan sangat memperhatikan si hamba ini, mengarahkannya ke jalan yang lurus, menyelamatkannya dari segala ujian dunia dan akhirat.
Allah berfirman,
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ
Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah thagut (setan), yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). (QS. Al-Baqarah: 257)
[وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ]
Berkahilah untukku terhadap apa yang telah Engkau berikan kepadaku
Berkah berasal dari kata birkah [arab: بركة] : tempat luas yang menampung air. Dari asal kata ini, para ulama mengatakan, berkah adalah kebaikan yang banyak dan bersifat terus-menerus.
Kita memohon kepada Allah agar memberikan kebaikan yang banyak dan berlimpah, dalam nikmat yang telah Dia berikan kepada kita. Karena sedikit yang berkah, jauh lebih baik dari pada banyak, namun tidak berkah.
Ketika seseorang tidak diberkahi hartanya, dia tidak bisa mendapatkan banyak kebaikan dan manfaat dari hartanya. Kita jumpai ada orang yang hartanya banyak, namun dia terjerat kasus hukum, tidak bahagia bersama keluarga, selalu merasa kurang, habis di tangan anaknya, habis hanya untuk jajan dan jajan. Itu contoh harta yang tidak berkah.
Demikian pula orang yang tidak diberkahi ilmunya. Sekalipun ilmunya banyak, dia tetap saja seperti orang bodoh. Tidak ada pengaruh ilmu yang dia pelajari. Beberapa kiyai yang sudah mengkhatamkan berbagai buku, namun akhlaknya, ibadahnya, kepribadiannya, tidak jauh berbeda dengan preman.
[وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ]
Lindungilah aku dari keburukan apa yang telah Engkau takdirkan
Terkait takdir, ada 2 hal yang perlu dibedakan: (a) Ketetapan Allah dan (b) Sesuatu yang Allah tetapkan.
Ketetapan Allah selalu baik. Karena ketetapan Allah hanya berputar pada dua prinsip: Keadilan atau karunia. Berbeda dengan sesuatu yang Allah takdirkan. Ada yang baik dan yang buruk.
Semua takdir baik, seperti ditakdirkan menjadi orang mukmin, dilapangkan rizkinya, diberi rasa aman, bagian dari karunia Allah. Sebaliknya, keadaan buruk yang Allah tetapkan, sejatinya bagian dari keadilan Allah.
[إِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ]
Sesungguhnya Engkau yang menetapkan dan tidak ada yang menjatuhkan ketetapan untuk-Mu
Allahlah satu-satunya Dzat yang menetapkan segala sesuatu. Karena Dia pemilik kekuasaan yang sempurna. Tidak ada yang memaksa Allah untuk menetapkan takdir, tidak pula ada seorangpun yang menjatuhkan keputusan untuk Allah. Karena itulah, dalam urusan takdir, kita tidak boleh bertanya-tanya, mengapa Allah menetapkan takdir demikian, apa alasan Allah menciptakan setan yang hanya bisa merusak.. dst. Allah tegaskan dalam Al-Quran,
لا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Dia tidak ditanya terhadap apa yang Dia lakukan, namun merekalah yang ditanya (atas perbuatan yang mereka lakukan).” (QS. Al-Anbiya: 23)
[وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ]
Sesungguhnya tidak akan terhina orang Engkau jadikan wali-Mu.
Di atas kita telah memohon kepada Allah, agar Dia menjadi wali kita. Bagian ini kita memuji-Nya, bahwa tidak akan terhina orang Engkau jadikan wali-Mu.
Dalam doa ini pula kita diajari bahwa kita hanya akan mencari kemuliaan dari Allah, dengan berusaha menjadi wali-Nya, dan tidak menjadi musuh-Nya.
Siapakah wali Allah?
Allah tegaskan dalam Al-Quran,
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ* الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. ( – ) (yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. (QS. Yunus: 62 – 63)
Syaikhul Islam mengatakan,
من كان مؤمناً تقياً، كان لله ولياً
“Siapa saja yang beriman dan bertaqwa maka dia menjadi wali Allah.”
Beriman dalam hatinya dan menampakkan pengaruh imannya dalam tingkah lakunya.
Ada orang yang jarang shalat, suka nenepi di kuburan, gua-gua, rogo sukmo, sampai bisa mengobati dan membuka praktek pengobatan alternatif, kemudian dia ngaku wali. Kita benarkan pengakuannya ini, dan kita nyatakan dia wali setan dan bukan wali Allah. Dia bisa mengobati karena dibantu setan.
[وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ]
Tidak akan mulia orang yang menjadi musuh-Mu.
Siapapun yang menjadi musuh Allah, dia tidak akan mulia di dunia dan akhirat. Dia hanya mendapatkan kehinaan dan kerugian.
مَنْ كَانَ عَدُوّاً لِلَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ
Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, Maka Sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir. (QS. Al-Baqarah: 98)
Ayat ini menunjukkan bahwa semua orang kafir adalah musuh Allah, dan semua orang kafir berada di posisi terhina. Namun sayang, banyak orang muslim yang silau dengan prestasi dunia mereka. Sehingga mereka memandang orang kafir sebagai orang hebat, layak ditiru peradabannya.
Karena alasan inilah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita untuk memanggil orang kafir dengan panggilan kehormatan, dengan panggilan sanjungan, atau yang semakna dengan itu. Beliau bersabda,
لَا تَقُولُوا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدٌ، فَإِنَّهُ إِنْ يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ أَسْخَطْتُمْ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ
‘Jangan kalian menyebut orang munafik: Sayid (tuan), karena jika memang dia tuan, kalian telah membuat marah Rab kalian.’ (HR. Ahmad 22939 dan Abu Daud 4977 dan perawiya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).
[تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ]
Maha Mulia Engkau wahai Rab kami, dan Maha Tinggi.
Di penghujung doa kunut, kita memuji Allah Ta’ala dengan dua sifatnya yang mulia,
a. Sifat ‘Tabaruk’, artinya kita mangkui bahwa Allah-lah ahlul barakah (sumber berkah). Tabaarakta berarti Engkau ya Allah adalah Dzat yang banyak kebaikannya, sangat luas dan menyeluruh kebaikannya, mencakup seluruh makhluk
b. Sifat ‘Al-Uluw’; Maha Tinggi. Allah Maha Tinggi Dzat-Nya dan sifat-Nya.
Maha Tinggi Dzat-Nya, artinya Dzat Allah berada di atas seluruh makhluk-Nya, dan terpisah dengan seluruh makhluk-Nya. Karena Allah tersucikan dari keadaan menyatu dengan makhluk-Nya.
Maha Tinggi sifat-Nya, artinya Allah memiliki sifat-sifat yang sangat mulia. Sifatnya berada di puncak kemuliaan. Tidak ada satupun yang kurang maupun yang cacat pada sifat Allah.
[Disadur dari Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, 14/88 – 96].
[وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ]
Tidak ada tempat selamat dari (hukuman-Mu), kecuali dengan bersandar kepada-Mu
Selanjutnya kita juga memuji Allah, mengakui betapa Maha Kuasanya Allah. Tidak ada satupun makhluk-Nya yang bisa selamat dari hukuman-Nya atau ujian-Nya, kecuali mereka yang bersandar kepada Allah.
Dihimpun dari berbagai sumber.